Kamis, 18 November 2010

The possition of the Church as Institute in Society A Comparison Between Bonhoeffer an Kuyper

The possition of the Church as Institute in Society

A Comparison Between Bonhoeffer an Kuyper

(Gerrard Dekker and George Harinck)

Dietrich Bonhoeffer dan Abraham Kuyper adalah dua teolog besar yang memainkan peran penting pada zamannya dan mempengaruhi pemikiran teologi yang berkembang sesudahnya. Kajian yang dilakukan oleh Dekker dan Harinck berusaha melihat visi keduanya (Bonhoeffer dan Kuyper) mengenai gereja sebagai sebuah institusi.

Penjelajahan Dekker dan Harinck atas kedua tokoh ini mengenai gereja dimulai dengan mengaji pandangan mereka tentang dunia. Kuyper yang banyak bergumul dengan nilai-nilai hidup pada masanya yang tidak lagi mencerminkan gaya hidup kristen. Untuk itu, Kuyper mengembangkan teori antitesis di mana prinsip hidup sekuler harus dilawan dengan prinsip kristiani. Hasilnya, Kuyper tiba pada kesimpulan bahwa prinsip hidup kekristenan adalah prisnsip hidup yang ideal. Dalam bahasa Dekker dan Harinck, Kuyper meyakini bahwa dunia harus dikristenkan. Sementara itu, Bonhoeffer tampaknya memilih jalan damai. Jika Kyuper berkonfrontasi dengan “dunia” yang tidak kristiani, maka Bonhoeffer justru lebih terbuka dan memperlihatkan sikap penerimaan. Uniknya, keduanya justru berpijak pada prinsip teologi yang sama yaitu common grace (Kyuper) dan das aufhaltende (Bonhoeffer) yang meyakini bahwa Allah bedaulat atas dunia dan peduli terhadap dunia. Bonhoefer dan Kyuper, bahkan, melihat peristiwa Yesus sebagai bentuk sahih dari kepedulian Allah atas dunia.

Salah satu implikasi dari keyakinan Kuyper dan Bonhoeffer tentang dunia adalah seperti apa hubungan gereja dengan dunia. Keduanya diperhadapkan pada persoalan penting yaitu bagaimana merumuskan gereja secara konseptual di tengah dunia yang terus berubah. Kuyper mengusulkan bentuk gereja yang berwajah ganda yaitu gereja sebagai organism (orang) yang bersifat kekal dan menjadi esensi dari sebuah gereja dan gereja sebagai institute (lembaga) yang siftnya sementara. Sementara itu, Boenhoffer memahami gereja sebagai sekelompok orang percaya kepada Kristus yang dipersatukan dalam ketaatan terhadap Firman Allah dan memisahkan diri dari peraturan-peraturan duniawi. Sekalipun demikian, Bonhoffer juga mengakui bahwa gereja juga adalah bagian dari dunia. Dengan demikian, seperti yang disimpulkan oleh Dekker dan Harrinck, ada dua sisi yang disentuh ketika berbicara mengenai gereja, yaitu gereja dalam arti sempit (sebagai lembaga) dan gereja dalam arti luas yaitu mereka yang menghayati Firman Allah di dunia. Kedua sisi ini tidak bisa saling terikat dan didak dapat pisahkan ketika kita berbicara mengenai gereja.

Keterikatan antara gereja sebagai lembaga dan essensi gereja sebagai orang yang hidup dalam terang Firman Allah membuat lembaga gereja menjadi unik dan secara hakekat berbeda dengan lemabaga-lembaga dunia yang lain. Seperti yang dikatakan oleh Kuyper, gereja sebagai lembaga tetap membatasi dirinya terang Firman Allah, namun sifatnya yang temporal membuat kelembagaan gereja akan dihapuskan pada akhir zaman. Dalam keunikannya sebagai lembaga inilah, gereja menjalankan perang penting di dalam dunia yaitu menampilkan dan menjalankan kehendak Allah atas dunia. Dengan demikian, agar kehendak Allah terpancar dalam aktifitas gereja sebagai sebuah lembaga, keyakinan religius dari orang-orang yang terlibat di dalamnya menjadi sangat penting.

Kuyper dan Bonhoeffer tampaknya sangat menyadari bahwa perlu ada batasan yang jelas yang membedakan lembaga gereja dengan lembaga-lembaga yang lain. Konteks pergumulan Kyuper yang telah dibahas sebelumnya menyiratkan kehati-hatiannya terhadap nilai-nilai sekuler. Dengan tegas dia menyatakan bahwa gereja harus menjadi teladan bagi dunia. Senada dengan itu, Kuyper mengatakan bahwa Gereja harus memberitakan kehendak Allah atas dunia. sekalipun mereka juga tidak menafikan pentingnya kehadiran gereja di dalam dunia, mereka mengingatkan bahwa gereja sebagai lembaga tidak bisa larut sepenuhnya dengan dunia. Ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan ketika gereja sebagai institusi hadir di tengah-tengah dunia.

The possition of the Church as Institute in Society A Comparison Between Bonhoeffer an Kuyper

The possition of the Church as Institute in Society

A Comparison Between Bonhoeffer an Kuyper

(Gerrard Dekker and George Harinck)

Dietrich Bonhoeffer dan Abraham Kuyper adalah dua teolog besar yang memainkan peran penting pada zamannya dan mempengaruhi pemikiran teologi yang berkembang sesudahnya. Kajian yang dilakukan oleh Dekker dan Harinck berusaha melihat visi keduanya (Bonhoeffer dan Kuyper) mengenai gereja sebagai sebuah institusi.

Penjelajahan Dekker dan Harinck atas kedua tokoh ini mengenai gereja dimulai dengan mengaji pandangan mereka tentang dunia. Kuyper yang banyak bergumul dengan nilai-nilai hidup pada masanya yang tidak lagi mencerminkan gaya hidup kristen. Untuk itu, Kuyper mengembangkan teori antitesis di mana prinsip hidup sekuler harus dilawan dengan prinsip kristiani. Hasilnya, Kuyper tiba pada kesimpulan bahwa prinsip hidup kekristenan adalah prisnsip hidup yang ideal. Dalam bahasa Dekker dan Harinck, Kuyper meyakini bahwa dunia harus dikristenkan. Sementara itu, Bonhoeffer tampaknya memilih jalan damai. Jika Kyuper berkonfrontasi dengan “dunia” yang tidak kristiani, maka Bonhoeffer justru lebih terbuka dan memperlihatkan sikap penerimaan. Uniknya, keduanya justru berpijak pada prinsip teologi yang sama yaitu common grace (Kyuper) dan das aufhaltende (Bonhoeffer) yang meyakini bahwa Allah bedaulat atas dunia dan peduli terhadap dunia. Bonhoefer dan Kyuper, bahkan, melihat peristiwa Yesus sebagai bentuk sahih dari kepedulian Allah atas dunia.

Salah satu implikasi dari keyakinan Kuyper dan Bonhoeffer tentang dunia adalah seperti apa hubungan gereja dengan dunia. Keduanya diperhadapkan pada persoalan penting yaitu bagaimana merumuskan gereja secara konseptual di tengah dunia yang terus berubah. Kuyper mengusulkan bentuk gereja yang berwajah ganda yaitu gereja sebagai organism (orang) yang bersifat kekal dan menjadi esensi dari sebuah gereja dan gereja sebagai institute (lembaga) yang siftnya sementara. Sementara itu, Boenhoffer memahami gereja sebagai sekelompok orang percaya kepada Kristus yang dipersatukan dalam ketaatan terhadap Firman Allah dan memisahkan diri dari peraturan-peraturan duniawi. Sekalipun demikian, Bonhoffer juga mengakui bahwa gereja juga adalah bagian dari dunia. Dengan demikian, seperti yang disimpulkan oleh Dekker dan Harrinck, ada dua sisi yang disentuh ketika berbicara mengenai gereja, yaitu gereja dalam arti sempit (sebagai lembaga) dan gereja dalam arti luas yaitu mereka yang menghayati Firman Allah di dunia. Kedua sisi ini tidak bisa saling terikat dan didak dapat pisahkan ketika kita berbicara mengenai gereja.

Keterikatan antara gereja sebagai lembaga dan essensi gereja sebagai orang yang hidup dalam terang Firman Allah membuat lembaga gereja menjadi unik dan secara hakekat berbeda dengan lemabaga-lembaga dunia yang lain. Seperti yang dikatakan oleh Kuyper, gereja sebagai lembaga tetap membatasi dirinya terang Firman Allah, namun sifatnya yang temporal membuat kelembagaan gereja akan dihapuskan pada akhir zaman. Dalam keunikannya sebagai lembaga inilah, gereja menjalankan perang penting di dalam dunia yaitu menampilkan dan menjalankan kehendak Allah atas dunia. Dengan demikian, agar kehendak Allah terpancar dalam aktifitas gereja sebagai sebuah lembaga, keyakinan religius dari orang-orang yang terlibat di dalamnya menjadi sangat penting.

Kuyper dan Bonhoeffer tampaknya sangat menyadari bahwa perlu ada batasan yang jelas yang membedakan lembaga gereja dengan lembaga-lembaga yang lain. Konteks pergumulan Kyuper yang telah dibahas sebelumnya menyiratkan kehati-hatiannya terhadap nilai-nilai sekuler. Dengan tegas dia menyatakan bahwa gereja harus menjadi teladan bagi dunia. Senada dengan itu, Kuyper mengatakan bahwa Gereja harus memberitakan kehendak Allah atas dunia. sekalipun mereka juga tidak menafikan pentingnya kehadiran gereja di dalam dunia, mereka mengingatkan bahwa gereja sebagai lembaga tidak bisa larut sepenuhnya dengan dunia. Ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan ketika gereja sebagai institusi hadir di tengah-tengah dunia.

Kay's Cafe

BAB 1

PENDAHULUAN

Ide merupakan pondasi dasar untuk menciptakan suatu karya. Hanya saja kita terkadang suka merasa mencari ide itu adalah hal yang sulit untuk dilakukan, meskipun hanya untuk ide-ide yang kecil. Masalah utama yang biasa dihadapi adalah perihal menghadapi kebuntuan pikiran dalam mencari ilham dan inspirasi, seakan-akan kreatifitas ini mati suri.

1. Permasalahan

Berikut ini ada satu contoh kasus yang pada Kafe Kay.

Northport akan mengadakan pembenahan. Jutaan pound disumbangkan oleh Uni Eropa, yang digunakan untuk mengubah sebuah resor yang cukup makmur menjadi trendi, menjadi lokasi tujuan bagi keluarga , orang-orang single dan bahkan orang tua.

Kafe Kay, terletak di pertengahan jalan sepanjang sisi yang mengarah ke jalan utama. sekitar 100 meter selanjutnya ke pedalaman adalah jalan Noble, pohon-pohon dan penduduknya yang terdiri dari orang-orang retail berkelas dengan variant produk yang berbeda-beda. Ada juga beberapa cafe dan restourant berkelas.

Kafe Kay dijalankan oleh Gemma bersama dengan Nora dan setoker (pelayan masing-masing). Gemma menghabiskan semua waktunya di bagian belakang, sementara Nora dan para pelayan menunggu di bagian depan atau mengantarkan makanan atau minuman kepada tamu yang datang.

Kafe ini telah ada selama lebih dari 20 tahun dan pejalan kaki adalah pelanggan tetap dalam beberapa musim dari orang-orang yang berlibur di musim semi dan musim panas. Teh, kopi, buah, minuman, roti dan kue sebagai menu. Dengan pengecualian pada sandwich dan kopi dan teh, yang membuat bangunan, dan item lain yang dibawa masuk. Roti diantarkan setiap pagi ke toko oleh tukang roti.

Janji untuk mengubah northport telah dilaporkan secara panjang lebar di surat kabar lokal, bersama dengan pernyataan dari pengecer yang mungkin bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan hibah untuk memodernisasi tempat mereka jika mereka bisa berargumen dengan para pemegang saham. Gemma, pemilik Kafe yang paling antusias mengenai kemungkinan ini dan sangat terpesona dengan bagaimana mereka akan mendapatkan keuntungan dari pengembangan ini. Setoker, cara penjagaan, menunjukkan, bagaimanapun, bahwa mereka akan perlu datang dengan beberapa ide yang cukup bagus jika mereka ingin mendapatkan kesempatan untuk memenangkan tender itu. Lagi pula, ini memakan waktu lebih dari sekedar membuat sandwich, membenahi kursi dan meja untuk menunjukkan bahwa kafe ini akan menjadi salah satu cafe yang memiliki daya tarik tersendiri di northport.

2. Pertanyaan Study Kasus

Gambarkan bagaimana analisis morfologi, atau salah satu teknik yang dijelaskan dalam bab ini yang dapat membantu gemma dan kolega untuk datang dengan ide yang baik untuk bagaimana mereka bisa mengembangkan kafe.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

Pengertian:

- Ide

Ide adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Artinya sama dengan gagasan atau cita-cita (Menurut Wikipedia). Ide merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia. Ide yang cemerlang selalu dibutuhkan saat kita sedang mencari solusi dalam memecahkan masalah. Apapun jenis kegiatan, pekerjaan, usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya tidak pernah terlepas dengan istilah ide. Ide selalu diperlukan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Tanpa ide maka perusahaan tersebut akan bangkrut karena tertinggal jauh dari saingannya. Oleh karena itu dalam sebuah perusahaan selain di butuhkan kerjasama Team yang hebat, pasti juga selalu berusaha mencari orang-orang berbakat dan penuh ide kreativitas.

- Kreativitas

Kreativitas adalah memikirkan sesuatu, kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

- Inovasi
Inovasi adalah proses menemukan atau mengimplementasikan sesuatu yang baru ke dalam situasi yang baru. Konsep kebaruan ini berbeda bagi kebanyakan orang karena sifat nya relative (apa yang dianggap baru oleh seseorang atau pada suatu konteks dapat menjadi sesuatu yang merupakan lama bagi orang lain dalam konteks lain). Inovasi adalah memikirkan dan melakukan sesuatu yang baru yang menambah atau menciptakan nilai-nilai manfaat(social/ekonomik) (Gede Raka, 2001). Untuk menghasilkan perilaku inofatif seseorang harus melihat inovasi secara mendasar sebagai proses yang dapat dikelola (John Adair,1996)

Kreatif dan inovatif adalah karakteristik personal yang terpatri kuat dalam diri seorang wirausaha sejati. Bisnis yang tidak dilKitasi upaya kreatif dan inovatif dari sang wirausaha biasanya tidak dapat berkembang abadi. Lingkungan bisnis yang begitu dinamis menuntut wirausaha untuk selalu adaptif dan mencari terobosan terbaru. Karakter cepat berpuas diri dan cenderung stagnan sama saja membawa bisnis ke arah kematian. Pemahaman kreatif dan inovatif sering kali dipertukarkan satu sama lain. Menurut Zimmerer dkk (2009) kreatifitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam melihat masalah dan peluang. Inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk meningkatkan atau untuk memperkaya kehidupan orang-orang. Selanjutnya Ted Levitt (dalam Zimmerer, 2009) menyatakan bahwa kreatifitas memikirkan hal-hal baru dan inovasi mengerjakan hal-hal baru. Jadi kreatif adalah sifat yang selalu mencari cara-cara baru dan inovatif adalah sifat yang menerapkan solusi kreatif. Kreatif tapi tidak inovatif adalah mubazir karena ide hanya sebatas pemikiran tanpa ada realisasi.

Semua bisnis yang maju dan berkembang hingga kini berpangkal pada upaya kreatif dan inovatif. Banyak restoran waralaba asing yang telah mengglobal dan berdiri sejak puluhan tahun yang lalu selalu menunjukkan karakter ini. Sepertinya begitu mudah dan sederhana. Tetapi banyak wirausaha yang abai ketika bisnis telah dirasakan mencapai tingkat kemapanan. Kreatifitas dan inovasi mungkin dapat dipandang sebagai upaya yang mengganggu keseimbangan yang telah tercipta. Kreatif dan inovatif dapat diterapkan secara sederhana. Kuncinya adalah kepekaan dalam mencium peluang dan kemampuan membaca pasar.

Kreativitas memberikan manfaat untuk kemampuan kita mencapai hasil dari pekerjaan setiap hari. Kreativitas ini didapat melalui pengalaman dan membuat kita tetap efisien saat melakukan pekerjaan. Namun ada saatnya dimana kita tidak mampu untuk menjawab masalah-masalah kita dengan cara ini. Oleh karena itu kita perlu mengetahui cara untuk mengembalikan kembali kreativitas kita.

Sepuluh hambatan untuk dapat berpikir kreatif (Roger van Oech, 1998):

a. Berusaha mencari jawaban yang “benar”

b. Terlalu berpikir logika

c. Terlalu mengikuti peraturan

d. Mencari hal-hal yang mudah dilakukan

e. Banyak yang berpikir KERJA C BERMAIN

f. Memilih-milih pekerjaan

g. Menjadi orang yang “serius”

h. Menghindari ambiguitas

i. Melakukan kesalahan adalah buruk

j. Merasa diri tidak kreatif

3.2 Cara untuk membantu melahirkan ide-ide baru

Ide-ide baru bisa sangat sulit untuk ditemukan. Ketika kita menemukannya dan menerapkannya ke dalam tindakan, ide-ide baru tersebut dapat menjadi alat-alat pemasaran yang sangat powerful dan menjadi lisensi yang akan mendatangkan uang kepada kita.

Berikut ini adalah beberapa cara untuk membantu melahirkan ide-ide baru:

1. Meminta Opini

Kita dapat menyewa konsultan atau dengan cara sederhana mencari opini / pendapat dari seseorang yang tidak mengetahui sama sekali tentang bisnis Kita. Kita mungkin sangat sibuk mengurusi bisnis yang kita jalankan, sehingga seringkali menyebabkan kita tidak dapat melihat cara lain untuk melakukan sesuatu. Ada saat-saat ketika kita perlu untuk melangkah keluar dari lingkungan kita karena seringkali ide-ide yang digunakan dalam suatu bisnis tertentu dapat diterapkan dalam bisnis yang lainnya.

2. Mendorong Kreativitas Pegawai (Staff)

Doronglah anggota tim Kita untuk menciptakan ide-ide baru dan mempersilakan mereka memberikan saran mengenai cara yang lebih baik atau lebih cerdas agar inovatif. Kita harus berpikiran terbuka (open-minded) dan menyemangati masukan mereka.

3. Bertukar Pikiran (Brain Storm).

Salah satu cara terbaik untuk mendapatkan ide-ide baru adalah melalui brainstorming / diskusi. Ini bisa melibatkan keluarga, teman dan anggota tim. Tujuan kegiatan brainstorming adalah untuk mendapatkan banyak ide. Dalam hal ini perlu di ingat bahwa, jumlahnya bukan kualitasnya. Pemilihan/penyaringan (refining) ide-ide bisa dilakukan belakangan.

4. Mendidik kembali Pikiran Kita (Re-educate The Mind)

Ada pepatah lama yang mengatakan, “Janganlah Kita pernah berhenti belajar” dan ini benar. Jika Kita akan membuat komitmen pribadi untuk terus belajar, Kita akan memperoleh hasilnya.

5. Membaca dan Berlangganan

Ada banyak informasi bermanfaat di internet dan sebagian besar informasi tersebut gratis. Carilah informasi bidang-bidang bisnis lainnya jangan hanya informasi yang terkait dengan bisnis Kita karena Kita mungkin dapat menerapkan suatu ide yang benar-benar tidak berkaitan.

Kita seringkali dapat menemukan ide-ide di tempat-tempat yang tidak biasa. Koran atau majalah tentang bisnis ataupun fashion contohnya adalah sumber yang bernilai. Saat ini mudah untuk berlangganan sejumlah koran dalam negeri atau luar negeri, majalah atau newsletters.

6. Melakukan Perjalanan (travel) akan Membuka Mata Kita

Kunjungilah tempat-tempat yang berbeda atau bahkan tidak berhubungan dengan bidang bisnis Kita. Kita akan mendapatkan banyak pengetahuan secara gratis dari kegiatan ini yang nantinya dapat diterapkan dalam bisnis Kita. Tujuan utama berbisnis tentunya adalah untuk mendapatkan konsumen, dan sesungguhnya hanya ada dua cara untuk melakukannya yaitu melalui Kreativitas dan Inovasi.

Untuk kasus Kafe Kay, mereka diperhadapkan pada permasalahan bagaimana caranya agar mereka bisa mengembangkan kafe itu. Dari penjelasan di atas, penulis berpikir bahwa itu adalah sekian trik yang bisa mereka lakukan agar mereka bisa tetap eksis.

Berikut ini ada beberapa hal lain lagi yang bisa dilakukan oleh Kafe Kay antara lain:

- Mengamati kecenderungan pasar. Mengamati kebutuhan konsumen di pasar dapat menimbulkan peluang bisnis. Contoh, kecenderungan sebagian orang akan belanja langsung ke pabrik dengan harga murah dengan rasa yang enak. Maka bermuncullah Restourant di mana-mana. Dengan berbagai promosi maka Restourant/cafe menawarkan menu dengan harga murah dengan kualitas rasa yang dapat dijamin.

- Komplemen dari produk yang ada. Sebuah kafe dapat memberikan peluang bisnis dengan membuat produk-produk yang melengkapinya, biasanya berupa aksesori atau makanan tambahan lainnya. Seperti diketahui, aksesori semacam ini bisa menjadi peluang bagi si pembuat produk maupun perusahaan.

- Ide yang muncul tiba-tiba. Kadang kala gagasan bisa muncul tiba-tiba, di mana saja dan kapan saja. Hampir setiap orang mengalaminya. Tetapi tidak banyak orang yang bisa mewujudkan gagasan menjadi usaha nyata yang membawa keuntungan. Kebanyakan orang melupakan ide-ide yang tiba-tiba muncul, dia tidak bisa melihat bahwa idenya bisa menjadi suatu peluang bisnis.

- Mengelola karyawan secara benar

Jumlah karyawan yang dimiliki harus sesuai dengan kebutuhan usaha. Jangan terlalu banyak sehingga menjadi tidak efisien. Sebaliknya juga jangan terlalu ‘pelit’ menambah karyawan ketika jumlah yang ada sudah tidak sesuai dengan perkembangan usaha. Buat aturan yang jelas mengenai hubungan antara pemilik dan karyawan. Hak dan kewajiban harus jelas dan diketahui oleh karyawan sejak awal bekerja. Upah karyawan sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan usaha. Kenaikan upah dan pemberian bonus sesuai dengan peningkatan omzet tentunya akan meningkatkan kinerja karyawan.

- Memiliki Menu Kitalan

Biasanya tempat usaha dikenal karena menu Andalannya, terutama yang menyajikan berbagai menu. Misalnya usaha aneka es buah. Es telernya bisa dijadikan menu Kitalan. Tidak sedikit nama usaha yang berasal dari nama menu Andalan.

- Kerja keras, cerdas, dan kreatif

Tidak ada cara lain untuk mewujudkan mimpi memiliki usaha makanan dan minuman selain memulainya dan bekerja keras serta cerdas untuk membuatnya lebih berkembang. Kreativitas harus terus digali untuk menciptakan hal-hal baru pada usaha yang dijalankan. Seluruh aspek usaha mulai dari produk, pelayanan, harga, hingga teknik pengelolaan karyawan terus digali hingga didapatkan yang terbaik.

Strategi Benchmarking (Pietra Sarosa, 2003)

Metode untuk meningkatkan kualitas secara berkesinambungan dalam upaya mencari peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya, dan mengoptimalkan potensi diri secara penuh guna meningkatkan kinerja bisnis disebut dengan Benchmarking. Strategi ini bertujuan untuk mengukur dan memperbaiki kualitas di tempat usaha Kita. Manfaat benchmarking adalah untuk meningkatkan kualitas secara berkesinambungan, terutama dalam hal pengurangan biaya dan peningkatan kecepatan proses produksi dan pelayanan kepada pelanggan Kita. Dalam prakteknya, pengukuran benchmarking bermanfaat untuk pengukuran dan pemahaman terhadap kinerja diri Kita dan kinerja orang lain (karyawan). Sedangkan, pelaksanaan benchmarking bermanfaat untuk membuat usaha yang Kita jalankan menjadi lebih baik di masa mendatang (berdampak perubahan, membuka peluang bagi peningkatan kualitas yang diharapkan, dan memberi nilai tambah pada setiap kegiatan usaha Kita). Di lain sisi, Kitapun dirasakan perlu ‘introspeksi’ untuk meningkatkan kualitas pribadi Kita, yaitu melalui self learning tanpa bantuan orang lain, serta pengamatan dan mendengarkan hal-hal yang positif dari cara kerja orang lain.

Sebelum melakukan benchmarking, terlebih dahulu evaluasi usaha Kita apakah sudah memiliki:

• SDM yang bekerja secara Teamwork?

Strong SDM?

• SDM dan fasilitas yang dibutuhkan?

• SDM yang tepat?

• Ketrampilan bagi peningkatan kinerja tim/karyawan?

• Pemimpin yang berkemampuan meningkatkan kualitas dengan biaya minim?

• Pemimpin yang berpengaruh terhadap tim/karyawan?

• Manajemen yang berkemampuan melakukan perubahan?

Business plan yang bertujuan short and long term?

Setelah melakukan benchmarking, mata Kita setidaknya kini menjadi lebih terbuka untuk melihat gambaran usaha Kita. Kemudian, penting untuk Kita menindaklanjutinya dengan melakukan peningkatan kualitas dan kinerja dalam mengembangkan usaha. Pelaksanaan hal ini perlu dilakukan secara teratur melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Perencanaan (Plan)

Langkah awal pemecahan masalah Kita berdasarkan data yang ditemukan di lapangan

2. Pelaksanaan (Do)

Melakukan sesuatu berdasarkan hasil analisis data yang berasal dari implementasi terhadap usul rencana perubahan usaha Kita secara keseluruhan.

3. Mengecek (Check)

Mengkaji dan melakukan percobaan yang hasilnya disampaikan kepada tim/karyawan Kita sebagai umpan balik untuk meningkatkan kualitas.

4. Mengambil tindakan (Action/control).

Dilakukan untuk menyesuaikan proses berdasarkan percobaan langkah-langkah yang dijelaskan diatas sangatlah membantu Kita untuk menjalankan setiap Usaha secara terprogram dan teratur. Kita dapat mengetahui apakah perencanaan Kita dapat berjalan dengan sukses dengan melihat hasil pada tahapan action/control. Atau apabila Kita tidak menjumpai kesuksesan, Kita dapat melakukan evaluasi menyangkut kemungkinan kesalahan yang terjadi dalam tahap proses, yaitu pada tahapan dua dan tiga. Tahap action/control merupakan cerminan keberhasilan perencanaan dan proses yang dijalankan.

Apabila Usaha Kita mengalami tingkat keborosan dana yang tidak dapat dihindari, maka untuk menguranginya adalah dengan cara bersabar, teguhkan persepsi untuk mengatasi masalah ini dengan mencari jalan keluar yang terbaik, menyamakan persepsi, visi dan misi, dan membuat perencanaan selanjutnya yang lebih baik. Untuk melakukan pengembangan usaha dalam lingkungan kompetisi yang baru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berwirausaha, yaitu

Strategic flexibility

Usaha Kita harus proaktif atau memiliki respon yang cepat dalam menghadapi persaingan Usaha yang tajam dan berubah-ubah sehingga mampu menjawab tantangan yang kompetitif. Fleksibilitas yang strategis dari usaha Kita menjadi hal yang wajib untuk menjawab hadirnya ketidakpastian dan dinamika yang tinggi.

Strategic leadership

Tindakan ini memberikan tujuan, arti, dan arahan usaha Kita. Poin ini berpengaruh sangat besar kepada strategic flexibility.

The Entrepreneurial Competitive Advantages

Usaha Kita dapat membangun competitive advantage dengan menciptakan

kompetensi dasar yang tidak dapat ditiru, jarang ada, dan tidak ada substitusinya. Hal ini haruslah berjalan secara dinamis dengan memperhatikan beberapa peluang baru, produk baru, dan pelayanan yang membuat usaha Kita dapat berkompetisi secara efektif (tidak statis)

Human Capital

Salah satu unsur penting kompetensi dasar dapat difokuskan kepada human capital. Pengetahuan yang diperoleh oleh tim/karyawan Kita merupakan investasi penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Entrepreneurial Cooperation and Globalization

Bermain dalam pasar global dan menggunakan strategi bersaing adalah dua kegiatan yang berpengaruh kepada fleksibilitas stratejik melalui penciptaan dan implementasi strategi yangberwawasan entrepreneurship. Salah satu strategi untuk memasuki pasar global adalah mengadakan strategic alliance (kerjasama yang stratejik). Masing-masing partner bekerjasama mengalokasikan modalnya dan bekerjasama saling membutuhkan agar dapat bersaing di pasar global.

Entrepreneurial Culture

Kita perlu menciptakan budaya pembelajaran agar dapat mempertahankan kemampuan bersaing dalam lingkungan kompetisi yang baru. Kebutuhan untuk berinovasi secara terus menerus, penyebaran teknologi yang pesat, dan desakan agar merespon dengan cepat lingkungan yang berubah menjadikan pembalajaran hal yang penting untuk dilakukan.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Terdapat begitu banyak tantangan dalam memunculkan ide kreatif. Ada-ada saja hal yang bisa membuat kita berpaling dari ide-ide kita. Pertanyaannya sekarang adalah adakah kita mau bangkit melawan semua bentuk-bentuk penghalang itu dengan berani berpikir positif dan tidak takut salah.

2. Saran

Ide besar yang bermanfaat memang hebat! Memang kita nggak pernah diajari bagaimana memunculkan ide-ide, karena itu kita merasakan pekerjaan ini sebagai pekerjaan berat. Kebanyakan kita berpikir bahwa kemampuan menumbuhkan gagasan itu karena adanya bakat sejak lahir, bukan karena belajar. Dan anggapan itu kita biarkan saja. Ada juga orang yang berpendapat bahwa gagasan-gagasan muncul begitu saja dalam pikiran manusia. Mungkin saja pendapat tersebut betul, tetapi kita tidak dapat mengandalkan faktor kebetulan saja. Hal-hal di atas merupakan penghalang yang kita ciptakan bagi diri kita sendiri dan kita biarkan begitu saja sehingga penghalang-penghalang tersebut merintangi kebenaran, yaitu bahwa kita sebetulnya dapat memunculkan ide-ide besar. Pada dasarnya, jika kita diberi bakat untuk memahami proses dan teknik memunculkan ide akan lebih mudah bagi kita untuk benar-benar memunculkannya. Kita harus tanamkan dalam diri kita bagaimana cara untuk dapat memunculkan gagasan-gagasan baru dan hebat sewaktu-waktu kita memerlukannya. Proses untuk menumbuhkan gagasan-gagasan baru bersifat aktif bukan reaktif. Kuncinya adalah teruslah belajar.

DAFTAR PUSTAKA

---------, “Kreativitas dan Inovasi” di dalam www.wilmen46.wordpress.com

Jackie Ambadar, Miranty Abidin,& Yanty Isa, Mulai Usaha dari Nol. Yayasan Bina

Karsa Mandiri. 2005

Pietra Sarosa. Seri Kiat Praktis Membuka Usaha : Langkah Awal menjadi Entrepreneur Sukses. PT. Elex Media Komputindo. 2003

Rudy C. Tarumingkeng, Materi Kuliah Manajemen Stratejik, 2010

Yogi Yatno, “Memunculkan Ide Hebat” di dalam http://yogiyatno.wordpress.com