Kamis, 18 November 2010

The possition of the Church as Institute in Society A Comparison Between Bonhoeffer an Kuyper

The possition of the Church as Institute in Society

A Comparison Between Bonhoeffer an Kuyper

(Gerrard Dekker and George Harinck)

Dietrich Bonhoeffer dan Abraham Kuyper adalah dua teolog besar yang memainkan peran penting pada zamannya dan mempengaruhi pemikiran teologi yang berkembang sesudahnya. Kajian yang dilakukan oleh Dekker dan Harinck berusaha melihat visi keduanya (Bonhoeffer dan Kuyper) mengenai gereja sebagai sebuah institusi.

Penjelajahan Dekker dan Harinck atas kedua tokoh ini mengenai gereja dimulai dengan mengaji pandangan mereka tentang dunia. Kuyper yang banyak bergumul dengan nilai-nilai hidup pada masanya yang tidak lagi mencerminkan gaya hidup kristen. Untuk itu, Kuyper mengembangkan teori antitesis di mana prinsip hidup sekuler harus dilawan dengan prinsip kristiani. Hasilnya, Kuyper tiba pada kesimpulan bahwa prinsip hidup kekristenan adalah prisnsip hidup yang ideal. Dalam bahasa Dekker dan Harinck, Kuyper meyakini bahwa dunia harus dikristenkan. Sementara itu, Bonhoeffer tampaknya memilih jalan damai. Jika Kyuper berkonfrontasi dengan “dunia” yang tidak kristiani, maka Bonhoeffer justru lebih terbuka dan memperlihatkan sikap penerimaan. Uniknya, keduanya justru berpijak pada prinsip teologi yang sama yaitu common grace (Kyuper) dan das aufhaltende (Bonhoeffer) yang meyakini bahwa Allah bedaulat atas dunia dan peduli terhadap dunia. Bonhoefer dan Kyuper, bahkan, melihat peristiwa Yesus sebagai bentuk sahih dari kepedulian Allah atas dunia.

Salah satu implikasi dari keyakinan Kuyper dan Bonhoeffer tentang dunia adalah seperti apa hubungan gereja dengan dunia. Keduanya diperhadapkan pada persoalan penting yaitu bagaimana merumuskan gereja secara konseptual di tengah dunia yang terus berubah. Kuyper mengusulkan bentuk gereja yang berwajah ganda yaitu gereja sebagai organism (orang) yang bersifat kekal dan menjadi esensi dari sebuah gereja dan gereja sebagai institute (lembaga) yang siftnya sementara. Sementara itu, Boenhoffer memahami gereja sebagai sekelompok orang percaya kepada Kristus yang dipersatukan dalam ketaatan terhadap Firman Allah dan memisahkan diri dari peraturan-peraturan duniawi. Sekalipun demikian, Bonhoffer juga mengakui bahwa gereja juga adalah bagian dari dunia. Dengan demikian, seperti yang disimpulkan oleh Dekker dan Harrinck, ada dua sisi yang disentuh ketika berbicara mengenai gereja, yaitu gereja dalam arti sempit (sebagai lembaga) dan gereja dalam arti luas yaitu mereka yang menghayati Firman Allah di dunia. Kedua sisi ini tidak bisa saling terikat dan didak dapat pisahkan ketika kita berbicara mengenai gereja.

Keterikatan antara gereja sebagai lembaga dan essensi gereja sebagai orang yang hidup dalam terang Firman Allah membuat lembaga gereja menjadi unik dan secara hakekat berbeda dengan lemabaga-lembaga dunia yang lain. Seperti yang dikatakan oleh Kuyper, gereja sebagai lembaga tetap membatasi dirinya terang Firman Allah, namun sifatnya yang temporal membuat kelembagaan gereja akan dihapuskan pada akhir zaman. Dalam keunikannya sebagai lembaga inilah, gereja menjalankan perang penting di dalam dunia yaitu menampilkan dan menjalankan kehendak Allah atas dunia. Dengan demikian, agar kehendak Allah terpancar dalam aktifitas gereja sebagai sebuah lembaga, keyakinan religius dari orang-orang yang terlibat di dalamnya menjadi sangat penting.

Kuyper dan Bonhoeffer tampaknya sangat menyadari bahwa perlu ada batasan yang jelas yang membedakan lembaga gereja dengan lembaga-lembaga yang lain. Konteks pergumulan Kyuper yang telah dibahas sebelumnya menyiratkan kehati-hatiannya terhadap nilai-nilai sekuler. Dengan tegas dia menyatakan bahwa gereja harus menjadi teladan bagi dunia. Senada dengan itu, Kuyper mengatakan bahwa Gereja harus memberitakan kehendak Allah atas dunia. sekalipun mereka juga tidak menafikan pentingnya kehadiran gereja di dalam dunia, mereka mengingatkan bahwa gereja sebagai lembaga tidak bisa larut sepenuhnya dengan dunia. Ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan ketika gereja sebagai institusi hadir di tengah-tengah dunia.